”Aku sudah baca semuanya tapi ga bikin aku pengen hidup. Aku gagal hidup. Mo mati juga ga bisa. Aku lebih dari sepuluh kali mo mati tagi gagal terus. Ada aja yg ngalangin. Aku gagal segalanya.”
Kalimat di atas ditulis seorang wanita di buku tamu situs: janganbunuhdiri.net. Dari rangkaian kalimat di atas, mudah ditebak kalau yang bersangkutan sedang bermasalah dan ingin bunuh diri.
Situs ini memang menyediakan layanan bagi masyarakat yang ingin berkeluh-kesah. Terutama yang ingin mengakhiri hidupnya. Keluh-kesah dapat dilakukan melalui hotline, chatting maupun email.
Di halaman awal situ sini juga ada nomor telepon atau alamat email. Pada halaman paling bawah, ada tiga tombol yaitu Saya sendiri yang ingin bunuh diri, Orang yang saya kasihi yang ingin bunuh diri dan Saya hanya ingin tahu tentang perilaku bunuh diri.
Selain itu, jika ingin halaman lain, bisa memilih menu-menu yang terletak di sisi kiri halaman. Menunya adalah serambi, informasi, blog, forum diskusi, sekilas, kontak dan buku tamu.
Situs itu lahir dari keprihatinan pengelola atas banyaknya kasus bunuh diri. Padahal bunuh diri bisa dicegah jika ada orang yang mau jadi teman curhat.
”Sekarang orang nggak ngerti lagi kalau menghadapi masalah itu harus bagaimana? Kami punya asumsi bahwa semua orang itu butuh curhat. Kami percaya bahwa kalau anda punya masalah, anda cerita sama orang. Masalahnya selesai apa nggak? Enggak kan. Tetapi sedikit sudah menurunkan tensi dan mulai bisa berpikir. Dan kami percaya itu,” ujar Tiwin Herman, ketua Perkumpulan Jangan Bunuh Diri (JeBeDe) saat ditemui Nyata di sebuah mal di bilangan Jakarta Pusat, Kamis (13/1) lalu.
”Kami ngerasa punya keahlian dan selama ini orang merasa kemana sih bisa memakai jasa kami. Masih ada image kalau ke psikolog itu mahal. Lantas gimana cara agar jasa kami bisa dipakai lebih luas,” imbuhnya.
Melayani
Tiwin yang juga pakar psikologi Universitas Indonesia menceritakan bahwa ide awal pembuatan situs itu berawal dari obrolan melalui milis Psikologi Indonesia.
”Awalnya disampaikan Harez Posma Sinaga lewat milis. Akhirnya saya tertarik. Saya kemudian mengajak Posma Roland Simatupang. Kita semua merupakan alumni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,” ungkap Tiwin.
Ajakan itu kemudian berkembang menjadi sebuah pertemuan kecil di sebuah mal di Jakarta Selatan, 23 Desember 2009. Dalam pertemuan ini, ketiganya sepakat untuk membuat sebuah situs janganbunuhdiri.net.
Tak berapa lama, meskipun masih merupakan situs sederhana, pada 20 Januari 2010 situs ini resmi diluncurkan untuk umum. Hampir satu tahun berdiri, situs ini sudah diklik sekitar 30 ribu pengguna internet. Untuk melayani masyarakat, Tiwin menyediakan sebanyak 12 orang konselor.
”Setiap hari pasti ada yang curhat. Tapi kenyataannya orang jadi nggak sabar. Semua pengin telepon. Akhirnya marah-marah. Kita kan hanya satu nomor. Orang nggak ngerti, kiranya nomor satu tapi hunting banyak,” terang Tiwin.
”Jadi kalau udah satu masuk, yang lain nggak bisa masuk. Nggak ada curhat itu 10 menit. Bisa satu jam sampai baterainya habis. Akhirnya marah-marah. Jadi sekarang banyak dimarahin orang,” ungkap Tiwin sembari tertawa.
Setelah menyeruput kopinya, Tiwin pun menerangkan bahwa bunuh diri adalah sebuah proses. Tidak ada orang yang sedang mengobrol tiba-tiba pamit ingin bunuh diri.
”Tetapi orang kan tidak pernah tahu ambang batas toleransinya. Dia hanya membutuhkan satu kejadian kecil untuk jadi trigger (pencetus, red). Apa yang seringkali diungkap oleh media itu adalah trigger. Misalnya, gara-gara uang 20 ribu bunuh diri. Gara-gara seragamnya basah bunuh diri. Nah, itu adalah trigger. Padahal sebelum-sebelumnya sudah ada peristiwa lain,” ungkap Tiwin.
Bunuh diri tidak kenal umur. Tiwin menyebut klien yang ditangani mulai 6 tahun sampai 83 tahun. Prosentase jenis kelamin yang bunuh diri sama besar.
”Bunuh diri nggak kenal warna kulit, nggak kenal pendidikan, saya punya anak SD, saya juga punya profesor. Juga nggak kenal strata sosial. Saya punya yang nggak punya uang sampai dengan konglomerat. Jadi bunuh diri itu bisa kapanpun, siapapun dan dimanapun,” papar Tiwin.
Banyak orang berasumsi bahwa penyebab bunuh diri adalah faktor ekonomi. Ternyata, dari pengalaman Tiwin, faktor ekonomi bukanlah hal yang utama.
”Apa yang utama? Yang utama adalah tantangan dan tuntutan hidup yang semakin komplek. Tapi tidak diimbangi dengan kepedulian yang makin tinggi. Jadi kalau mau peduli, kita harus bantu,” ujarnya.
Bisa Diatasi
Tiwin meyakini ada resep yang jitu untuk menangkap orang depresi yang kemudian berujuang bujuh diri. ”Menurut kami ini semuanya itu hanyalah kurang KPC aja. KPC itu singkatan dari Kasih Sayang, Perhatian dan Cinta. Dengan itu, sebetulnya semua bisa diatasi,” Tiwin.
Dalam pandangan psikologi Tiwin, indikasi orang yang akan bunuh diri ada dua. Pertama adalah perubahan perilaku dan yang kedua perubahan emosi.
Perubahan perilaku misalnya, tiba-tiba seseorang menarik diri dan tidak mau bergaul. Sikapnya yang semula periang berubah menjadi pendiam. Kemudian, selalu berbicara ingin mengakhiri hidupnya.
Sedangkan perubahan emosi adalah seseorang sudah tidak mempunyai hasrat apapun. Tidak mau lagi melakukan apa-apa. Pembawaannya sedih, merasa tertekan, merasa sendiri dan putus asa.
”Kalau kita dekat dengan seseorang pasti akan tahu perubahannya. Itu yang harus kita dampingi. Setiap orang nggak tahu ambangnya di mana?” terang Tiwin.
Lantas, kenapa orang-orang yang seperti itu menghubungi situs janganbunuhdiri.net? Tiwin pun mempertanyakan peranan orangtua, teman, istri, sahabat dan orang-orang terdekat.
”Jadi situs ini menemani mereka-mereka yang dalam keadaan putus asa itu. Orang mau curhat itu kan sebenarnya butuh kedekatan emosi. Orang berani pasti datang ke profesional. Lainnya nggak mau kelihatan mukanya,” ucap Tiwin.
”Kami memakai peluang di mana nggak kelihatan mukanya, nggak kelihatan identitasnya. Nah, orang bisa seperti itu. curhat itu butuh sama orang yang deket. Curhat itu butuh percaya kan? Kalau dia ke kami, ini sudah bisa menjadi indikasi bahwa keluarganya ada apa-apa. Kalau misalnya dia dekat dengan keluarganya, dia nggak akan ke kami,” tambahnya.
Berkurang
Dalam perkembangannya sekarang, orang yang menghubungi atau curhat ke situs janganbunuhdiri.net tak lagi hanya yang ingin bunuh diri. Tetapi sudah berbagai persoalan.
”Yang putus sama pacarnya aja masuk ke kami. Akhirnya kami nanganin itu. Tapi oke nggak ada masalah. Paling nggak yang sedikit itu, karena dia ngomong, bebannya jadi berkurang. Nggak numpuk di dia. Tidak membuat sebuah proses,” jelasnya.
Dari banyaknya orang yang curhat, tak sedikit anak sekolah yang menanyakan tentang hubungan pacarannya yang sudah terlalu jauh atau pacarnya beralih hati, padahal sudah melakukan hubungan badan.
Juga ada yang lucu seperti meminta dicarikan pekerjaan. Lainnya, tentang hubungan sesama jenis, bagaimana menghadapi ibu tiri atau masalah agama.
”Sekarang cenderung begitu. Dikit-dikit curhat. Ya, sudahlah semampu kamilah. Kalau kami capek ya berhenti. Tidak ada yang online. Kami kan juga manusia. Namun, pada prinsipnya layanannya 24 jam,” selorohnya.
Menjadi konselor pada layanan gratis, Tiwin mengaku banyak mengalami suka maupun duka. Dari yang sekedar iseng menelepon menanyakan cara bunuh diri yang efektif sampai menelepon pada waktu dini hari.
Kalau ditanya apakah dengan ini terselamatkan? ”Ya, saya cuma berharap repeat order. Tahu nggak, ketika dia menghubungi lagi. Alhamdulillah masih ada. Ada seorang bapak usianya 53 tahun, dia itu sampai 8 kali email,” ungkap Tiwin.
”Kita juga punya temen yang akhirnya nggak jadi bunuh diri. Bahkan pada Jumat (7/1), dia ujian sarjana. Sudah 9 tahun nggak selesai-selesai. Dan saya orang yang pertama yang dikasih tahu dia lulus. Ini nggak bisa dinilai senangnya,” kata Tiwin.
Tiwin menandaskan, dirinya dan kawan-kawan tulus membantu orang yang depresi agar tidak bunuh diri. Semua dilakukan tanpa pamrih. Mereka menolong tanpa umbalan. Bahkan mereka harus patungan untuk kelangsungan situs itu.
Semoga bermanfaat ...
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda