Penarikan salah satu merk mi instan produksi Indonesia di Taiwan membuat khawatir banyak konsumen di Indonesia. Pihak keamanan pangan Taiwan menariknya karena produk tersebut mengandung pengawet berbahaya, yaitu methyl p-hydroxybenzoate (paraben) dan benzoic acid.
Menurut Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si, ahli pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) hal itu bisa terjadi karena perbedaan regulasi produk pangan. Tiap negara memang memiliki peraturan yang berbeda soal keamanan pangan.
"Pengawet tersebut dari regulasi di Indonesia masih diizinkan penggunaannya. Tetapi mungkin regulasi Taiwan, tidak mengizinkannya sebagai bahan produk pangan. Maisng-masing negara memang memiliki otoritas sendiri mengenai keamanan pangan," kata Dr. Nuri, saat dihubungi VIVAnews melalui telepon.
Ia juga mengungkapkan, harus diteliti lebih lanjut komponen dari mi instan yang mengandung paraben. Itu sangat penting karena tidak semua jenis mi instan mengandung paraben.
"Mi instan komponennya bukan hanya satu, yaitu noodle block, seasoning baik yang powder maupun cair. Sangat penting untuk mengetahui di bagian apa terdapat bahan pengawet jenis paraben tersebut. Rasa mi instan kan berbeda-beda, saya rasa tidak semua jenis terdapat paraben," ujarnya menambahkan.
Paraben menurut Nuri memang relatif efektif mengawetkan produk pangan yang kurang asam dan tingkat pH-nya relatif tinggi. Penggunaan yang aman dalam suatu produk pangan juga memiliki batas maksimum yang ditentukan oleh BPOM.
"Jika BPOM masih mengizinkan penggunaan pengawet tersebut, berarti masih aman. Tetapi dengan adanya kasus ini, sebaiknya BPOM menelaah dan mengkaji lagi kebijakan tersebut," kata Dr. Nuri.
Ia juga meminta masyarakat menjadi konsumen yang cerdas dalam memilih makanan. Harus mengonsumsi makanan yang beragam bukan hanya makanan instan demi memenuhi kebutuhan gizi setiap hari. Menurutnya dari beberapa penelitian pada hewan, konsumsi konsentrat pengawet yang tinggi bisa berpengaruh negatif pada organ tubuh.
"Dari studi yang dilakukan pada hewan yang diberikan dosis paraben tinggi menunjukkan adanya efek negatif pada kerja organ. Pengawet tersebut membuat adanya senyawa yang tidak termetabolisme dengan baik, sehingga terakumulasi dan membuat kerja organ menjadi tidak normal. Fungsi organ yang menurun membuat tubuh rentan terserang penyakit," katanya menambahkan.
Semoga bermanfaat ...
sumber: VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda