Sabtu, 07 Agustus 2010

Bernostalgia dengan Komik Gundala si Putera Petir

MEMBICARAKAN kejayaan komik lokal di era tahun 1970-an, tentu kita tak bisa melepaskan ingatan kepada sosok-sosok superhero Nusantara, di antaranya adalah Gundala si putra petir. Dan kalau ingat Gundala pasti segera ingat pengarangnya, yakni Harya Suraminata atau lebih dikenal dengan nama Hasmi. Baru-baru ini Penerbit Bumi Langit menerbitkan kembali komik pertama Gundala Putra si Petir ini. Dan, tampaknya buku tentang asal-usul Gundala ini disambut antusias penyukanya. Gundala sebenarnya adalah pemuda Sancaka, seorang ilmuwan yang menemukan serum kebal petir. Karena frustrasi ditinggal pacarnya, Minarti, Sancaka merusak penemuannya. Dalam gelap malam dan hujan lebat, dia berlari ke batas kota. Sebuah petir menyambarnya dan mengangkatnya ke langit. Dia terlempar ke hadapan Kaisar Cronz, yang kemudian mengubahnya menjadi Gundala si putera petir. Tapak tangannya bisa mengeluarkan petir dan mampu berlari secepat kilat.


Ada semacam nostalgia bagi para penggemar yang pada era itu tumbuh besar berbarengan dengan masa kejayaan komik-komik lokal. Ingatan kemudian membayangkan sepak terjang Gundala bersama-sama Godam, Maza, Pangeran Mlaar, Aquanus, Labah-labah Merah membasmi berbagai kejahatan.

Dengan karya seri Gundala sebanyak 23 judul yang diciptakan antara tahun 1969 dan 1982, Hasmi telah menorehkan fenomena yang terus diingat penggemarnya. Seluruh karya Hasmi itu akan diterbitkan ulang oleh Bumi Langit. "Tapi untuk seri The Trouble dan Bentrok Jago-jago Dunia tidak bisa karena berkaitan dengan hak cipta," kata Hasmi (58) di rumahnya yang sederhana di sebuah gang di Jalan Magelang Km 4 Yogyakarta.

Maklum dalam dua judul itu Gundala dikisahkan bertemu dengan Superman, Batman, dan superhero dunia lainnya. Namun momentum penerbitannya kembali terasa pas benar dengan banyaknya tokoh superhero yang diangkat ke layar lebar, di antaranya Batman Begins, Superman, Fantastic Four, dan Spiderman. "Di Yogya memang penerbitan kembali Gundala disebut penerbitan nostalgia," kata Hasmi.

Dalam perbincangan santai dengannya, Hasmi bercerita tentang pengerjaan Gundala edisi ulang ini dan juga rencananya menghadapi selera pasar yang sudah berubah. Pasar komik sekarang memang lebih banyak dikuasai komik Jepang (manga) dan juga kartun Jepang (anime).

Perlu Prahara

Bagaimana Anda melihat peluang komik lokal untuk bangkit kembali?

Memang harus diakui, sekarang sedang terjadi "badai" manga. Kalau ingin komik lokal kembali disukai pembacanya ya harus dibikin "prahara". Nah untuk kerja semacam ini perlu orang-orang yang peduli, karena bisnis komik modalnya harus besar tapi untungnya sedikit.

Nah Penerbit Bumi Langit bercita-cita menerbitkan kembali semua karakter ciptaan saya, yakni Gundala, Maza, Jin Cartuby, Pangeran Mlaar, Merpati, Kalong, dan Sembrani.

Tapi apakah cukup untuk menjadikan komik Indonesia berjaya kembali?

Memang usaha yang dilakukan harus kontinu. Tidak bisa hanya seperti orang meludah dalam banjir. Pasti hilang. Itulah sebabnya saya sangat senang terhadap adanya lembaga seperti Komik Indonesia. Itu kumpulan para penggemar komik lokal yang sekarang kebanyakan sudah pada mapan. Jadi, bisa intens memberikan perhatian pada perkembangan komik lokal.

Apa pengaruhnya buat para komikus lawas?

Terus terang para komikus senior senang, karena ada harapan semua karakter ciptaan mereka bisa diterbitkan ulang.

Soal Gundala edisi ulang ini?

Saya memang tidak punya masternya. Jadi, ini komik lama yang discan, terus diperbaiki dalam narasinya. Soalnya kan dulu masih pakai ejaan lama (pengerjaan touch-up naskah dilakukan tim Bumi Langit, yakni Andy Wijaya, Iwan Gunawan, Surjorimba Suroto, Syamsudin, dan Toni Masdiono.) Ini juga menyiratkan Gundala menjadi sebuah kerja tim. Dan, saya ke depan tetap berperan utama dalam penampilan fisik Gundala. Dulu honornya hanya cukup untuk sendiri. Jadi, mulai sket, gambar, cover, dan cerita dikerjakan sendiri.

Dulu ide karakter Gundala dari mana?

Saya memang terpengaruh genre superhero dunia saat itu. Tapi filosofi power-nya yang berupa petir itu saya ambilkan dari tokoh legenda Ki Ageng Selo yang diceritakan bisa menangkap petir. Sementara bentuk fisik Gundala, saya meniru The Flash.

Tetapi kan ada yang khas dengan seluruh seri Gundala ini.

Memang, dulu sampai sekarang yang diingat itu adalah cerita dan adegan kocak yang khas bagi superhero lokal. Jadi, bisa saja Gundala investigasi sampai ke planet-planet lain, tetapi suatu ketika juga bisa menanyai tukang becak di Malioboro. Nah ramuan lokal yang kocak inilah yang bikin Gundala diterima pembacanya. Dialog-dialog dengan sahabatnya, Nemo, juga khas Yogyakartanan.

Kayaknya yang paling rame dan paling dikenang adalah seri Gundala Bentrok Jago-jago Dunia?

Hahaha zaman dulu kami memang buta atau tepatnya membabibuta. Pokoknya ingin bikin sensasi. Makanya Gundala ditarungkan melawan Superman, Batman, Thor, dan lain-lain. Tidak sadar kalau itu tindakan kriminal, karena memakai karakter ciptaan orang lain tanpa izin. Untuk terbitan ulang ini nanti kayaknya judul itu tidak dicetak karena berkaitan dengan hak cipta.

Wajah Nemo, sahabat Gundala, kok kayak Anda ya?

Nemo itu memang cerminan diri saya dan itu juga nama panggilan saya. Itu kayak sahabat Godam, yakni Nur Slamet yang merupakan kepanjangan dari nama pengarangnya, Wied NS atau Wied Nur Slamet. Selain itu dulu saya suka memasukkan profil rekan-rekan ke dalam komik sebagai figuran hehehe. (Dalam sebuah cerita Gundala dikisahkan menengok latihan Teater Stemka Yogya dan diperkenalkan kepada sutradaranya. "Ini, kenalkan, Mas Landung". Dan, Hasmi memang menggambar profil dramawan Yogya, Landung Simatupang).

Ke depan, apa yang akan Anda lakukan dengan Gundala ini?

Sekarang pasar memang sedang dikuasai komik Jepang. Nah kalau ingin menerbitkan Gundala dengan seri baru, harus ada pembaruan di karakter Gundala ini. Saya dan Penerbit Bumi Langit akan mengadakan angket untuk melihat respons pembaruan Gundala ini. Kami ingin membangkitkan karakter Gundala supaya lebih ngotani. Tidak terlalu ndesa.

Ini masih kemungkinan lo, mungkin saya akan bikin Gundala menghadapi krisis, lalu dia koma. Dan muncul kembali dengan kostum baru. Ini hampir sama dengan perubahan kostum Batman maupun Superman yang terus diperbarui penampilannya.

Seri Gundala

Selain Gundala Putra Petir (Kentjana Agung,1969), judul seri selanjutnya adalah Perhitungan di Planet Covox (1969). Di sini Gundala bertemu dengan Pangeran Mlaar, yang memiliki tubuh bisa melentur. Mlaar adalah putra mahkota yang terkudeta. Gundala membantu mengembalikan tahtanya. Persahabatan itu membuat Mlaar jadi sering main ke Yogyakarta.

Judul berikutnya adalah Dokumen Candi Hantu (1969), yang merupakan pemunculan pertama musuh bebuyutan Gundala, yakni Ghazul. Lalu Operasi Goa Siluman (1969), The Trouble (1969), Tantangan buat Gundala (1969), Panik (1970), Kunci Petaka (1970).

Kemudian dalam Godam vs Gundala (Prashida, 1971) dikisahkan Gundala dan Godam tanpa sengaja tertukar kostum dan kekuatan super masing-masing. Masing-masing saling menuduh mereka palsu dan terjadilah perkelahian luar biasa. Warga Yogya yang menonton jadi bingung, kedua superhero itu kok bertarung. "Mungkin mereka berebut pacar," komentar seseorang.

Setelah mengadu pada pencipta masing-masing, mereka akhirnya bisa balik normal kembali. Kemudian Gudala juga hadir dalam Bentrok Jago-jago Dunia (Prashida, 1971), Gundala Jatuh Cinta (1972), Bernapas dalam Lumpur (1973), Gundala Cuci Nama (1974), 1.000 Pendekar (1974), Dr Jaka dan Ki Wilawuk (1975), Gundala sampai Ajal (1976).

Dalam Pangkalan Pemusnah Bumi (1977), Gundala diceritakan bertemu untuk pertama kali dengan calon istrinya. Kemudian berikutnya terbit Pengantin buat Gundala (1977), Bulan Madu di Planet Kuning (1978), Lembah Tanah Kudus (1979), Gundala Sang Senapati (1979), Istana Pelari (1980), dan terakhir Surat dari Akherat (1982).

Yang menarik kisah-kisah Gundala terkadang merupakan cerminan kisah hidup Hasmi. Dalam Gundala Jatuh Cinta digambarkan cinta Sancaka kepada Cakti, mahasiswi semester 2 ABA, anak kos asal Pasuruan Jatim. Namun Cakti menolak cintanya, sehingga Sancaka patah hati dan limbung. "Hahaha itu refleksi kegagalan cinta saya," kata Hasmi.

Dalam Pengantin buat Gundala maunya Hasmi yang lahir 25 Desember 1946 ini mencurahkan keinginannya untuk segera kawin. Tetapi ternyata jodohnya baru diberikan Tuhan dua tahun lalu. "Saya menikah sudah kepala lima," katanya. (Bagas Pratomo-46t)



Hasmi 2009 (JawaPos)
Lalu adakah yang kenal dengan Hasmi alias Harya Suryaminata? Dialah pencipta Gundala. Inilah cuplikan cerita sang kreator yang saya comot dari sana-sini.

Hasmi dilahirkan 25 Desember 1946 (62 tahun) di Yogya. Sekarang masih tinggal di sebuah gang sempit di kawasan Karangwaru Lor, Yogya. Sama seperti tahun 1969 waktu pertama kali menciptakan Gundala. Pendidikan formalnya bukan di gambar-menggambar tetapi lulusan Bahasa Inggris ABA Yogya. Lama membujang baru menikah tahun 2003, kala usia mencapai 50-an. Memiliki 2 anak Batari Sekar Dewangga (10) dan Ainun Anggita Mukti (4). Dua buah komik Gundala, dilatarbelakangi kegagalan dan asa cintanya, yaitu Gundala Jatuh Cinta (1972) dan Pengantin Buat Gundala (1977). Saat ini bekerja sebagai komikus lepas, editor, ilustrator, dan penulis skenario bagi beberapa program TV dan teater. Selain itu namanya masih tercantum sebagai art manager PT Bumi Langit.

Setelah lama tidak terdengar, tahun 2005 agak sering diberitakan media karena rencana Penerbit PT Bumi Langit menerbitkan ulang semua karya Gundala yang mencapai 23 buku. Dan tahun 2009 ini sehubungan dengan rencana peringatan 40 tahun Gundala dan pembuatan film Gundala The Movie.

Ada beberapa fakta menarik yang berhasil saya kumpulkan mengenai Gundala dan Hasmi:
1. Gagasan Gundala diinspirasi oleh tokoh komik The Flash yan dipadukan dengan cerita legenda Ki Ageng Selo.
2. Tokoh Nemo di komik Gundala adalah cerminan Hasmi. Kebetulan Nemo adalah nama panggilannya.
3. Pengakuan terakhir Hasmi, Gundala adalah seorang insinyur bukan peneliti, dosen sebagaimana yang disebutkan di Wikipedia. Ini mungkin ada hubungannya dengan cita-citanya yang gagal menjadi seorang insinyur karena gagal masuk UGM.
4. Dalam Gundala The Movie yang akan masuk bioskop bulan Juni 2009, Gundala diceritakan sebagai arkeolog. Dalam hal ini nampaknya Hasmi keberatan. Rencana film ini nampaknya menjadi tidak jelas sesuai konfirmasi terakhir Hasmi (12/3) ke Jawa Pos. Apa yang ada di Facebook bukan resmi dari Bumi Langit tetapi merupakan inisiatif para penggemar Gundala.
5. Saat ini dia sedang sibuk menyiapkan edisi 40 Tahun Gundala bersama tim dari Bumi Langit yang rencananya diterbitkan September, sesuai kelahiran Gundala.


Gundala Putera Petir (1969)

Komigrafi Gundala:
1. Gundala Putera Petir (UP Kentjana Agung, 1969)
2. Perhitungan di Planet Covox (UP Kentjana Agung,1969)
3. Dokumen Candi Hantu (UP Kentjana Agung,1969)
4. Operasi Goa Siluman (UP Kentjana Agung,1969)
5. The Trouble (UP Kentjana Agung,1969)
6. Tantangan buat Gundala (UP Kentjana Agung,1969)
7. Panik (UP Kentjana Agung,1970).
8. Kuntji Petaka (UP Prasidha,1970).
9. Godam vs Gundala (UP Prasidha,1971)
10. Bentrok Jago-jago Dunia (UP Prasidha,1971)
11. Gundala Jatuh Cinta (UP Prasidha,1972).
12. Bernafas dalam Lumpur (UP Prasidha,1973)
13. Gundala Cuci Nama (UP Prasidha,1974)
14. 1000 Pendekar (UP Prasidha,1974)
15. Dr. Jaka dan Ki Wilawuk (UP Prasidha,1975)
16. Gundala sampai Ajal (UP Prasidha,1976)
17. Pangkalan Pemunah Bumi (UP Prasidha,1977)
18. Penganten buat Gundala (UP Prasidha,1977)
19. Bulan Madu di Planet Kuning (UP Prasidha,1978)
20. Lembah Tanah Kudus (UP Prasidha,1979)
21. Gundala Sang Senapati (UP Prasidha,1979)
22. Istana Pelangi (UP Prasidha,1980)
23. Surat dari Akherat (UP Prasidha,1982)

Semuanya diterbitkan ulang oleh PT Bumi Langit, kecuali Bentrok Jago-jago Dunia karena masalah hak cipta.

Tahun 1988, Gundala pernah muncul di Jawa Pos sebagai komik strip.

Filmografi:
1. Gundala Putra Petir (1981, Teddy Purba sebagai Gundala, Sutradara Lilik Sudjio).
2. Gundala The Movie (rencana Juni 2009, Sandy Mahesa sebagai Gundala, Sutradara Alex J. Simal, Produksi Langit Bumi Pictures).

Fan Made Komik:
1. Gundala The Reborn (1999, Adurahman Saleh)
2. Putra Petir (2001, Riri Dewi)
3. Sancaka (2005, Ahmad Ilyas)
4. Gundala (2005, Asrulloh)

Kita tunggu kehadiran Gundala Edisi 40 Tahun dan [mungkin] The Movie-ny

Sumber:suara merdeka
Kamis, 21 Juli 2005

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda